Mari kita haturkan ungkapan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah-yang telah memberi nikmat dan anugerah yang tak terhingga banyaknya.
Mari ungkapan itu kita upayakan melalui kemampuan dan kekuatan kita dengan cara melihat dan mencermati apa yang kita lakukan, apabila yang akan kita lakukan telah sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah, maka segera laksanakan rencana tersebut.
Sedang apabila yang akan kita lakukan ternyata berbeda atau bahkan bertentangan dengan keduanya, maka segeralah tinggalkan dan dibatalkan demi kebaikan kita.
Saat ini kita berada di Bulan Agustus-bulan kemerdekaan, bulan keramat bagi bangsa Indonesia. Saatnya kita merenung perjuangan besar bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan dengan mengorbankan harta, benda, jiwa dan raga.
Saatnya kita mensyukuri sedikit banyak nikmat yang kita peroleh di masa kemerdekaan ini, nikmat stabilitas, nikmat keamanan, kerukunan, kesempatan belajar, serta nikmat kebebasan berkumpul dan berpendapat.
Disamping syukur atas nikmat kemerdekaan, saatnya kita juga introspeksi bahwa meskipun sudah 80 tahun merdeka, tapi masih banyak hal yang harus menjadi perhatian dan keprihatinan kita.
Di ranah ketatanegaraan, hari ini kita tidak punya garis-garis besar haluan negara yang sejak awal dirumuskan oleh pendiri bangsa. Pembangunan negara berjalan tanpa arah yang jelas, hanya sekadar “nuruti” visi misi presiden terpilih-yang hanya berjalan selama 5 tahun dalam satu periode. Apalagi walikota atau gubernur yang dipilih juga memiliki visi misi sendiri.
Di bidang penegakan hukum dan peradilan, hari ini kita punya dasar peraturan hukum yang tetap dan aparat yang cukup, tetapi kita lihat hukum masih banyak proses, hukum yang tebang pilih, penegakannya masih menimbang-nimbang, bukan soal bersalah atau tidaknya, tapi terlapor adiknya siapa, terduka ini pengikutnya siapa, tersangka ini dekengannya siapa.
Di bidang ekonomi, meskipun lambat tapi pertumbuhan masih berjalan 4,7% angkanya berkurang sebesar 7,28 bidang, semakin menambah curam jurang kemiskinan.
Kita juga belum sepenuhnya terbebas dari banyaknya problem kebangsaan. Masalah narkoba yang beredar terbuka, prostitusi dan LGBTQ yang semakin berani unjuk diri lewat media masa, judi lewat game online yang merebak digandrungi masyarakat lintas usia, dari situ marak pinjaman online dan akibatnya bla bla bla… banyak sekali luar biasa.
Di Jogja sendiri kita dilihatkan banyak kos-kosan losss merdeka tanpa pengawasan yang cukup, akibatnya banyak terjadi pergaulan bebas, tidak ada jam malam, tidak ada ruang tamu untuk membatasi perjumpaan laki-laki dan perempuan.
Padahal kota ini diamanahi oleh rakyat Indonesia sebagai kota budaya dan kota pendidikan. Sekolah dan perguruan tinggi hanya mengurusi SPP dan nilai mata pelajaran, sementara pemerintah hanya mengurusi soal pajak pendapatan.
*Kalau demikian mau dibawa kemana masa depan anak-anak kita yang ada di Jogja ini?*
Kita juga prihatin anak-anak muda menyertakan bendera “ONE PIECE” di samping bendera pusaka, memang secara aturan tidak ada yang melarang tetapi secara etika memasang bendera dengan gambar tengkorak-dalam bahasa arabnya : jamjamah-berarti kurang menghargai pengorbanan para pejuang sekaligus bentuk penghinaan terhadap harkat martabat manusia yang oleh Allah dimuliakan sedemikiannya.
Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ : وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ “Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam”
Apakah mereka yakin bahwa mereka tidak akan mati sebagaimana orang tua dan leluhur mereka semua? Inilah realitas kemerdekaan. Oleh karena itu dalam perayaan kemerdekaan, kita sepatutnya memperhatikan hal-hal tersebut.
Cinta tanah air tidak hanya sekadar upacara, tapi memikirkan apa yang paling utama untuk kebaikan lingkungan. Jadi, untuk menjadi pahlawan tidak harus belaga di medan perang, untuk menjadi negarawan tidak harus sidang di senayan, cukup dengan perlu peduli dan bersikap baik dengan lingkungan kiri kanan.
Wallahu A’lam Bisshowab
			
		    
                                
                                












